Deskripsi Kajian

Judul: Maqashid Syari'ah - Hukum Keluarga

Ustadz: Ustadz Dr. Helmi Basri, Lc., M.A.

Tanggal Kajian: Jumat, 24 Oktober 2025

Rangkuman Kajian

Pembahasan difokuskan pada Maqasidu al-Iddah, yakni tujuan-tujuan syariat di balik hukum masa tunggu perempuan setelah berpisah dari suami, baik karena perceraian maupun kematian. Iddah merupakan ketentuan wajib yang durasinya berbeda-beda berdasarkan keadaan perempuan. Jika perpisahan disebabkan perceraian, masa tunggu ditetapkan selama tiga kali suci atau tiga kali haid. Apabila perpisahan terjadi karena kematian suami, masa tunggu adalah empat bulan sepuluh hari. Ketentuan lain berlaku bagi perempuan yang diceraikan dalam keadaan hamil, di mana masa tunggu berakhir ketika melahirkan. Bagi perempuan yang telah memasuki masa monopause, masa Iddah ditetapkan selama tiga bulan, dan perhitungan waktu dalam hukum syariat didasarkan pada bulan Hijriah.

Penetapan hukum masa tunggu ini memiliki beberapa tujuan utama. Tujuan pertama dan paling mendasar adalah Ma'rifatu bara'atil rahmi, yaitu memastikan rahim bersih dari benih suami sebelumnya guna mencegah percampuran nasab (ikhtilat al-ansab), yang merupakan salah satu dari lima kebutuhan primer (al-daruriyat al-khamsah) dalam syariat. Tujuan kedua adalah Tahiyatu fursatin lizzaujaini, memberikan kesempatan bagi pasangan untuk meninjau kembali dan mempertimbangkan rujuk, khususnya pada talak yang bersifat raj'i (dapat dirujuk) seperti talak satu dan talak dua. Adanya masa tunggu menunjukkan Tanwihu bi-ta'zimi sha'niz zawaj, yaitu bentuk pemuliaan terhadap ikatan pernikahan agar perpisahan tidak dianggap sepele. Selain itu, masa tunggu juga berfungsi untuk menjaga harga diri dan kemuliaan perempuan (Shummatil mar'ah wa karamatiha) agar tidak menjadi bahan cerita dengan langsung keluar rumah.

Meskipun kemajuan teknologi saat ini mampu mendeteksi kehamilan dengan cepat, hukum masa tunggu tetap disyariatkan karena hukum-hukum Allah tidak berubah hanya karena kecanggihan teknologi. Hal ini merujuk pada tujuan kunci terakhir, yaitu Al-Makna at-Ta'abbudi, yakni makna penghambaan diri dan ketundukan mutlak kepada perintah Allah SWT, menjadikan Iddah sebagai ibadah. Selain itu, meski laki-laki tidak memiliki Iddah, terdapat konsep Syibhul Iddah (menyerupai masa tunggu) bagi suami yang menceraikan salah satu dari empat istrinya. Suami dilarang menikah lagi selama masa tunggu istri yang diceraikan belum berakhir, untuk menjaga hak rujuk dan batasan jumlah istri. Perlu dipahami bahwa masa tunggu secara syariat dimulai sejak ucapan cerai oleh suami, bukan sejak ketuk palu hakim di pengadilan.

Video Siaran Langsung

Rekaman Audio